Ulos Batak”, di kenal sebagai Jati diri orang Batak sesuai dengan
Budaya dan Adatnya. Suku Batak sering menyebut dirinya sebagai “Bangso”,
Batak. Hal tersebut sesuai dengan sejarah yang melekat pada suku
tersebut. Dahulu suku Batak sudah memiliki Kerajaan sendiri, hal
tersebut di tandai dengan eksitensinya sebaga suku yang telah “Mardebata
Mulajadi Nabolon” (pencipta yang maha besar), memiliki Surat Aksara
Batak, dan sudah pernah memiliki Uang tukar yakni Ringgit Batak
(“Ringgit Sitio Suara”), uning-uningan na marragam (“musik yang beraneka
ragam”), memiliki Budaya Adat, dan mempunyai Hukum adat tersendiri.
Ulos Batak di anggap memiliki nilai-nilai tersendiri sesuai dengan
makna dan fungsinya berdasarkan ragam dan jenisnya. Keragaman ulos
tersebut telah di tetapkan masing-masing sesuai dengan makna dan tujuan
pemberiannya.
Sebagai manusia yang di cipta Tuhan telah memiliki akal dan budi
pekerti, maka setiap manusia mempunyai karya tersendiri yang di cipta
sesuai dengan daya karsanya yang di aktualisasikan dalam karya-karya
seni yang indah untuk menunjukkan identitas sosial masing-masing secara
khusus dalam konsep etnis yang lebih luas.
Salah satu hasil karya seni masyarakat etnis Batak Toba adalah
“Ulos”. Hasil karya yang penuh dengan nilai-nilai estetika dan sekaligus
sebagai bagian dari hakekat dan keberadaan masyarakat suku itu sendiri.
Sebagai sebuah hasil karya yang telah memiliki makna yang tinggi, ulos
telah menjadi bagian dari sebuah identitas yang memiliki nilai kultur
yang tinggi serta mengandung makna ekonomi dan juga makna sosial. Oleh
karena itu peredaran ulos ini tidak akan berjalan dengan sembarangan
tanpa mempedomani makna dan nilai yang telah ditetapkan berdasarkan
aturan dan norma-norma adat yang telah disepakati. Artinya “Ulos” sesuai
dengan jenis dan maknanya akan di berikan dan di terima oleh orang yang
telah tepat berdasarkan norma dan aturan-aturan yang telah ada dengan
mempedomani Falsafah adat Batak “Dalihan Natolu”.
Sebagai sebuah simbol, maka fungsi dan kedudukan seseorang dalam
pelaksanaan acara adat Batak Toba akan di ketahui melalui “Ulos” yang di
pakai, di terima, dan yang di berikan sesuai dengan ragam dan jenisnya.
Jenis, makna dan fungsi.
Jenis dan Fungsi Ulos Batak berdasarkan makna yang terkandung di dalamnya adalah: :
I. Ulos Antak-Antak.
Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang
meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang di
lilit pada waktu acara manortor (menari).
II. Ulos Bintang Maratur.
Ulos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba yakni:
- 1. Kepada anak yang memasuki rumah baru.
Memiliki rumah baru (milik Sendiri) adalah merupakan suatu kebanggaan
terbesar bagi masyarakat Batak Toba. Keberhasilan membangun atau
memiliki rumah baru di anggap sebagai salah satu bentuk keberhasilan
atau prestasi tersendiri yang tak ternilai harganya. Tingginya
penghargaan kepada orang yang telah berhasil membangun dan memiliki
rumah baru adalah karena keberhasilan tersebut di anggap merupakan suatu
berkat dari Tuhan yang maha Esa yang di sertai dengan adanya usaha dan
kerja keras yang bersangkutan di dalam menjalani kehidupan. Keberhasilan
membangun atau memiliki rrumah baru adalah merupakan situasi yang
sangat menggembirakan, oleh karena itu ulos ini akan diberikan kepada
orang yang sedang berada dalam suasana bergembira. Orang batak yang
tinggal dan menetap di berbagai puak/horja di sekitar Tapanuli telah
memiliki adat dan kebiasaan yang berbeda pula. Walaupun konsep dan
pemahaman tentang adat itu secara umum adalah sama, namun pada hal-hal
tertentu ada kalanya memiliki perbedaan dalam hal pemaknaan terhadap
nilai dan konsep adat yang ada sejak turun-temurun. Oleh karena itu
pemberian Ulos Bintang Maratur khusus di daerah Silindung di berikan
kepada orang yang sedang bergembira dalam hal ini sewaktu menempati atau
meresmikan rumah baru.
Secara khusus di daerah Toba Ulos ini diberikan waktu acara selamatan
Hamil 7 Bulan yang diberikan oleh pihak hula – hula kepada anaknya.
Ulos ini juga di berikan kepada Pahompu (cucu) yang baru lahir sebagai
Parompa (gendongan) yang memiliki arti dan makna agar anak yang baru
lahir itu di iringi kelahiran anak yang selanjutnya, kemudian ulos ini
juga di berikan untuk pahompu (cucu) yang baru mendapat babtisan di
gereja dan juga bisa di pakai sebagai selendang.
III. Ulos Bolean.
Ulos ini biasanya di pakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan.
IV. Ulos Mangiring.
Ulos ini dipakai sebagai selendang, Tali-tali, juga Ulos ini di
berikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang
memiliki maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol besarnya keinginan
agar si anak yang lahir baru kelak di iringi kelahiran anak yang
seterusnya, Ulos ini juga dapat dipergunakan sebagai Parompa (alat
gendong) untuk anak.
V. Ulos Padang Ursa dan Ulos Pinan Lobu-lobu : di pakai sebagai Tali-tali dan Selendang.
VII. Ulos Pinuncaan.
Ulos ini terdiri darilimabagian yang di tenun secara terpisah yang
kemudian di satukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos.
Kegunaannya antara lain:
- Di pakai dalam berbagai keperluan acara-acara duka cita maupun
suka cita, dalam acara adat ulos ini dipakai/ di sandang oleh
Raja-Raja Adat.
- Di pakai oleh Rakyat Biasa selama memenuhi beberapa pedoman
misalnya, pada pesta perkawinan atau upacara adat di pakai oleh suhut
sihabolonon/ Hasuhuton (tuan rumah).
- Kemudian pada waktu pesta besar dalam acara marpaniaran
(kelompok istri dari golongan hula-hula), ulos ini juga di pakai/ di
lilit sebagai kain/ hohop-hohop oleh keluarga hasuhuton (tuan rumah).
- Ulos ini juga berfungsi sebagai Ulos Passamot pada acara
Perkawinan. Ulos Passamot di berikan oleh Orang tua pengantin perempuan
(Hula-hula) kepada ke dua orang tua pengantin dari pihak laki-laki
(pangoli). Sebagai pertanda bahwa mereka telah sah menjadi saudara
dekat.
VIII, Ulos Ragi Hotang.
Ulos ini di berikan kepada sepasang pengantin yang sedang
melaksanakan pesta adat yang di sebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian
ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah
menyetujui putrinya di persunting atau di peristri oleh laki-laki yang
telah di sebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu di
sertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan
bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang
laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung
tersebut di pakai dan di bawa untuk kegiatan-kegiatan adat.
IX. Ulos Ragi Huting.
Ulos ini sekarang sudah Jarang di pakai, konon pada jaman dulu
sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos
Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang di lilitkan di dada
(Hoba-hoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang
putri (gadis perawan) batak Toba yang ber-adat.
X. Ulos Sibolang Rasta Pamontari.
Ulos ini di pakai untuk keperluan duka dan suka cita, tetapi pada
jaman sekarang, Ulos Sibolang bisa di katakan sebagai simbol duka cita,
yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tapi belum
punya cucu), dan di pakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda
dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan
kepada perempuan yang di tinggal mati oleh suaminya. Apabila pada
peristiwa duka cita Ulos ini di pergunakan maka hal itu menunjukkan
bahwa yang bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang
meninggal.
XI. Ulos Si bunga Umbasang dan Ulos Simpar.
Secara umum ulos ini hanya berfungsi dan di pakai sebagai Selendang
bagi para ibu-ibu sewaktu mengikuti pelaksanaan segala jenis acara
adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut
sebagai Panoropi (yang meramaikan) .
XII. Ulos Sitolu Tuho.
Ulos ini di fungsikan atau di pakai sebagai ikat kepala atau selendang.
XIII. Ulos Suri-suri Ganjang.
Ulos ini di pakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu
margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga di pergunakan
oleh pihak Hula-hula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei
(memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu
disebut juga Ulos gabe-gabe (berkat).
XiV. Ulos Simarinjam sisi.
Di pakai dan di fungsikan sebagai kain, dan juga di lengkapi dengan
Ulos Pinunca yang di sandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai
Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai ulos ini adalah satu
orang yang berada paling depan.
XV. Ulos Ragi Pakko dan Ulos Harangan.
Pada zaman dahulu di pakai sebagai selimut bagi keluarga yang berasal
dari golongan keluarga kaya, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua
dan meninggal akan di saput (di selimutkan, dibentangkan kepada jasad)
dengan ulos yang pakai Ragi di tambah Ulos lainnya yang di sebut Ragi
Pakko karena memang warnanya hitam seperti Pakko.
XVI. Ulos Tumtuman.
Di pakai sebagai tali-tali yang bermotif dan di pakai oleh anak yang
menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan
(tuan rumah).
XVII. Ulos Tutur-Tutur.
Ulos ini dipakai sebagai tali-tali (ikat kepala) dan sebagai
Hande-hande (selendang) yang diberikan oleh orang tua kepada
anak-anaknya (keturunannya).
Kesimpulan. |